1.
Landasan Hukum Mengenai Cyber Crime di Indonesia
Untuk menindak lanjuti Cyber Crime tentu
saja diperlukan Cyber Law (Undang – undang khusus dunia Cyber/Internet). Selama
ini landasan hukum Cyber Crime yang di Indonesia menggunakan KUHP (pasal 362)
dan ancaman hukumannya dikategorikan sebagai kejahatan ringan, padahal dampak
yang ditimbulkan bisa berakibat sangat fatal. Indonesia. Faktor lain yang
menyebabkan ketertinggalan Indonesia dalam menerapkan Cyber Law ini adalah
adanya ke-strikean sikap pemerintah terhadap media massa yang ternyata cukup
membawa pengaruh bagi perkembangan Cyber Law di Indonesia. Sikap pemerintah
yang memandang minor terhadap perkembangan internal saat ini, telah cukup
memberikan dampak negatif terhadap berlakunya Cyber Law di Indonesia.
Pemerintah. Landasan Hukum Cyber Crime di Indonesia, adalah KUHP (pasal 362)
dan ancaman hukumannya dikategorikan sebagai kejahatan ringan, padahal dampak
yang ditimbulkan oleh Cyber Crime bisa berakibat sangat fatal.
Beberapa indikator penyalahgunaan sarana
dan prasarana di Internet, antara lain :
a.
Menjamurnya warnet hampir setiap propinsi di tanah air
yang dapat digunakan sebagai fasilitas untuk melakukan tindak kejahatan Cyber Crime,
disebabkan tidak tertibnnya sistem administrasi dan penggunaan Internet
Protocol/IP Dinamis yang sangat bervariatif.
b.
ISP (Internet Service Provider) yang belum mencabut
nomor telepon pemanggil yang menggunakan Internet.
c.
LAN (Local Area Network) yang mengakses Internet secara
bersamaan (sharing), namun tidak mencatat dalam bentuk log file aktifitas dari
masing – masing client jaringan.
d.
Akses Internet menggunakan pulsa premium, dimana untuk
melakukan akses ke Internet, tidak perlu tercatat sebagai pelanggan sebuah ISP.
Berbicara mengenai tindak kejahatan (Crime), tidak terlepas dari lima faktor
yang terkait, antara lain karena adanya pelaku kejahatan, modus kejahatan,
korban kejahatan, reaksi sosial atas kejahatan, dan hukum.
Berdasarkan beberapa pustaka, sebagian
besar menyebutkan bahwa pelaku Cyber Crime adalah para remaja yang berasal dari
keluarga baik – baik, bahkan berotak encer. Hukum positif di Indonesia masih
bersifat “lex loci delicti” yang mencakup wilayah, barang bukti, tempat atau
fisik kejadian, serta tindakan fisik yang terjadi. Padahal kondisi pelanggaran
yang mungkin terjadi di Cyber Space dapat dikatakan sangat bertentangan dengan
hukum positif yang ada tersebut. Dalam Cyber Crime, pelaku tampaknya memiliki
keunikan tersendiri, secara klasik kejahatan terbagi dua : Blue Collar Crime
dan White Collar Crime. Pelaku Blue Collar Crime biasanya dideskripsikan
memiliki stereotip, seperti dari kelas social bawah, kurang terdidik,
berpenghasilan rendah, dsb. Sedangkan White Collar Crime, para pelaku
digambarkan sebaliknya. Mereka memiliki penghasilan yang tinggi, berpendidikan,
dsb. Untuk pelaku Cyber Crime.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar